“When you can tell your story and it doesn’t make you cry, you know you have healed”
©Notsalmon.com” Tidak hanya dunia per politikan, yang terbagi menjadi beberapa kubu. Tergantung pemilihan apa, pilkada, pemilu. Tergantung pula siapa calonnya, pemilihan presiden kah? Gubernurkah? Bupati kah?. Dan ada juga dikalangan ibu-ibu, yaitu ibu rumah tangga vs ibu pekerja. Saya yakin, kebanyakan yang berpihak kepada ibu rumah tangga yang paling baik itu adalah ya para ibu rumah tangga. Pun sebaliknya, yang menyebut paling baik ibu pekerja kemungkinan besar adalah para ibu-ibu pekerja. Come on! Apa kalian semua ga capek memikirkan siapa yang lebih baik? Siapa yang lebih benar? Berapa banyak energy kita terbuang untuk memikirkan siibu rumah tangga yang satu itu ga berarti karena gada kegiatan dan Cuma di rumah aja. Atau sebaliknya memikirkan betapa si ibu pekerja itu mengejar karir tidak meperdulikan anak-anak dan suaminya. Saya tidak juga ingin ikut-ikutan membicarakan orang, disini saya juga curhat, seperti tulisan saya yang lain, saya menuliskan pengalaman saya yang sudah merasakan bagaimana menjadi full time ibu rumah tangga (IRT), Full time IRT dan freelance pekerja, bahkan Full time IRT dan full time pekerja. Kenapa saya sebut diri saya seperti itu? Ya karena, seorang ibu adalah seorang ibu. Semua orang pasti punya alasan dibalik tindakan yang diambilnya masing-masing. Siapapun yang memutuskan menjadi seorang full time IRT, bahkan full time pekerja, semua ada alasannya yang tidak perlu dijelaskan ke semua orang. Semua ibu juga punya masalahnya sendiri-sendiri, yang tidak sama antara ibu satu dengan ibu yang lainnya. Just be kind. Saling Sharing bukan saling serang. Saya pernah jadi full time IRT, senang sekali. Bisa full bersama anak saya, dari dikandungan sampai balita, mengurus full sendiri dengan segala kenikmatannya. Memasak, mecoba resep-resep baru, kesenangan memasak sarapan, mengantarkan suami bekerja, memasak makan siang, makan malam, menunggu suami pulang bekerja, dan juga kesenangan akan bebasnya waktu untuk berjalan-jalan kapan saja. Apa saya senang? Iya, saya senang. Kami bahagia. Suami ku senang, anakku sehat. Apa semua itu cukup? Tidak. Ada kalanya saya ditanya ngapain aja dirumah, ongkang-ongkang kaki kah? Tidur aja kah? Ga ngapa ngapain, rumah masih berantakan engga pagi, siang, sore atau malam. Tiap dating berantakan. Pun rasa sakit hati ketika diremehkan karena saya bukan siapa siapa hanya seorang ibu rumah tangga yang berharap dikasih sm suami. Ga bisa kerja. Bahkan pernah saya disuruh jualan apaja, buka kedai, kerja ditempat orang dengan sukarela entah bayarannya asalkan keliatan kerja. Tau nda. Saya sampai bilang seperi ini ke suami saya: “Buat bayar pengasuh setidaknya 600rb, dan saya disuruh kerja sukarela?, mending kamu bayar saya sebagai pembantu kamu daripada saya meninggalkan anak sama pengasuh tanpa dibayar”. Iya, mulut-mulut jahat bertebaran diluar sana. Koreksilah diri jangan sampai anugerah Allah ini kita buat untuk menyakiti orang lain. Naudzubillah. Maafkanlah saya jika perkataan saya pernah menyakiti anda. Singkat cerita, dari ujian-ujian kecil itu, sampailah pernikahan kami ke ujian yang saya anggap paling berat saat itu, hingga akhirnya saya putuskan kembali ke jawa untuk mengambil kuliah S2. Saya yang direncanakan akan ditinggalkan suami saya kuliah malhs aya duluan ninggalin suami saya sendiri. Iya saya kuliah S2 duluan. Pengangguran yang ga bisa bekerja yang disebut ga akan mungkin kuliah S2 itu, kuliah magister di UNDIP. Tanpa cerita, tau tau balik kejawa bawa anak buat ujian, urus ini itu diantar dan dibekali suami saya. Saya kuliah. Dan semua orang tercengang. Itulah cara terbaik menurut suami saya untuk menaikkan derajat keluarga kecil kami, terutama saya. Tahun-tahun kuliah S2 saya berat buat saya, tapi setidaknya saya ada harapan. Saya dan suami tidak dapat memilih untuk bekerja, karena aidan masih kecil. Pikiran saya tidak kosong hanya memikirkan komentar negative orang. Pikiran saya penuh dengan anak dan tugas tugas kuliah. Pikiran saya fresh. Positif dan semangat. Saya bahagia, meski harus LDR dengan suami. Saya bahagia dengan segala kegiatan yang saya punya. Dan Allah yang maha perkasa pun memberikan pertolongannya. Saya diberikan pekerjaan di semester pertama saya kuliah S2. Pekerjaan tanpa melamar. Saya sebut itu adalah bonus dari Allah. Ya, ini terkait postingan saya sebelumnya tentang “Pekerjaanku adalah bonus dari Allah”. Dan dimulailah saya menjadi fulltime IRT freelance pekerja. Ya, karena pekerjaan ini bersifat freelance, karena saya sambal kuliah. Dari hanya review dokumen, site visit 6 bulan sekali, hingga sekarang, site visit per 3 bulan. Pekerjaan freelance saya ini mengantarkan saya hingga selesai kuliah S2, membiayai 3 semester kuliah saya. Kadang, saya masih tidak percaya saya bisa kuliah S2 sendiri. Alhamdulillah. Allah yang Maha Kaya. Jadikanlah sholat dan sabar sebagai penolongmu. Jadikanlah Allah sebaik-baik sandaran yang tidak akan membuatmu kecewa. Dari peralihan antara IRT ke pekerja freelance, masih saja saya diragukan karena saya tidak seperti orang-orang bekerja pada umumnya. Saya tidak ada jam kerja. Tidak berpakaian seperti pekerja kantor / PNS. Banyak yang bertanya apakah benar saya bekerja? Cuma bohong buat nutup-nutupin ketidakmampuan. Ya Allah. Luaskanlah hati hambamu ini agar senantiasa bersabar. Hingga saya selesai kuliah S2, dan aidan masuk TK, serumah dengan suami yang juga ambil kuliah S2, saya bersenang senang dengan kehidupan bahagia keluarga kecil kami di yogyakarta. Saya menikmati lagi masa-masa memasak. Tetapi, negara api selalu mempunyai cara untuk menyerang negara air. Pun seperti kisah, bahwa pencapaian iblis yang terbesar adalah dengan menghancurkan rumah tangga, dengan berbagai macam cara mereka. Singkat cerita, saya pun akhirnya membawa aidan meninggalkan suami saya untuk kesekian kali nya. (meninggalkan dalam arti LDR saja). Yes. Saya yang direncakanan akan ditinggalkan suami saya, malah meninggalkan suami saya sendiri lagi. Lagi lagi, Allah yang Maha Perkasa memberikan pertolongannya kepada Saya. Allah yang tidak akan membuat saya kecewa mengabulkan doa-doa saya. Saya diberikan pekerjaan full time, dikota dimana kami bisa tinggal; bekerja bersama. Dan semua orang lagi lagi tercengang. Saya meninggalkan Yogyakarta yang penuh damai dengan hati tersayat. Suami saya ada kulaih s2 disitu. Anak sekolah terjamin, saya mengajar di stikes, freelance konsultan. Apalagi? Itu tidak cukup, untuk mereka. Jadilah saya membawa anak saya Muhammad Aidan Aqila Warman, pindah lagi ke Pekanbaru. Disinilah kami selama 10 bulan ini – dan suami ku tinggal menunggu wisuda nya. Sekarang, saya menyatakan diri menjadi seorang full time ibu, full time pekerja. And I am happy. Saya bersyukur. Hinaan orang tidak membuatku depresi dan pasrah. Tidak. Pun dengan kondisi sekarang bekerja rangkap, insyaAllah, Allah yang Maha Kuat akan menguatkan saya, Aidan dan suami saya. Saat ini, Saya, sebagai ibu pekerja, jam 00.29 saat ini masih menemani anak kesayangku bermain dengan sambal menulis artikel untuk blog. Iya, karena aidan baru bangun tidur jam 7 malam, jadi sekarang dia terjaga. Besok senin saya bekerja tidak menjadikannku mengabaikannya bermain sendiri sedangkan saya tertidur. Tidak. Saya selalu berusah menemani aidan saat dia terjaga. Saya masih selalu terbangun bersama aidan, terbangun subuh jam 3 pagi meskipun jam segini belum tertidur. Saya masih memasakkan sarapan dan menyuapkan & menemani makan aidan dipagi hari sebelum berangkat sekolah. Saya masih menyiapkan segala keperluan aidan sekolah full day nya dimalam hari sembari beberes rumah. Saya masih bisa menyuapkan dan makan malam bersama aidan, bermain dan membelikannya kue. Saya masih bisa memberikan bekal makan 2x sehari, masakan rumah sesuai selera aidan dan bukannya makanan catering sekolah. Saya masih bisa mebawa aidan makan berjalan keliling, ke kedai kopi kesukaan aidan di hari sabtu dan minggu. Kasih sayang saya sebagai ibu pekerja, tidak berkurang. Kuatir saya berlebih. Rasa takut & tidak aman berlebih. Saya berkerja dengan menguap tanpa menurunkan produktifitas. Saya kena tegur jika salah. Terlambat. Saya membuat sarapan tanpa sempat sarapan. Saya tertidur di jam istirahat makan siang. Saya kram saat sedang menyetir pulang kantor. Saya gunakan cuti saya tidak untuk berlibur. Saya gunakan cuti saya untuk pelatihan, atau untuk pekerjaan bonus dari Allah. Iya. Saya pernah berjanji tidak akan melepaskan pekerjaan apapun yang Allah berikan untuk saya, selain saya yang mereka lepaskan. Itu bentuk rasa bersyukur saya atas karunia Allah, bukan bentuk ketamakan bekerja merangkap. Tolong. Jangan berkata hal yang buruk mengenai apa yang anda tidak ketahui. Be kind. Berbuat baiklah dan dapatkan pahala. Bersyukurlah, karena bukan bahagia yang menjadikan kita bersyukur, tapi rasa syukurmu atas segala ketetapan Alah itulah yang menjadikan hidupmu bahagia. Alhamdulillah Pekanbaru, 13.08.2018 - 00.58 Ceritaku yang tak kan lekang oleh waktu well yeaah... saya adalah tipe old fashion, jadi saya dulu resign karena menikah dan mengikuti suami, tanpa pikir risiko. lugu.
0 Comments
Leave a Reply. |
Life, is the classroom
My_LifeMeans: My life in words "Formal Education will make you a living;
Self education will make you a fortune." "Happiness is not something you postpone for the future;
it is something you DESIGN for the present. for right NOW" You decide everyday to be happy by the choices you make every day. Archives
January 2025
Categories |
this page replacing my old blog page: https://mariacreativity.blogspot.com/
|
Site powered by Weebly. Managed by Exabytes - Indonesia