Selama 2 tahun kami tinggal di Pekanbaru, setidaknya “Akhirnya” sudah 2x kami berlibur ke daerah Sumbar. Yang pertama, sepertinya suami saya agak “terpaksa” karena mau tidak mau saya paksa buat ke Padang Panjang mengunjungi rekan kerja saya yang menikah disana. Kami saat itu bawa driver kantor, bang Isral. Terpaksa itu karena sejak zaman dahulu kala, suami saya diajakin dikomporin ke Sumbar itu selalu banyak alasan menolak ini itu. Biasalah. Insting memaksa seorang istri harus jalan dengan kreatif kalau mau refreshing jalan-jalan. Kalau nurutin papah Aidan maaaaaaaaahhhh…. Bobo bobo siang aja dirumah kalo libur. Wkwkwkwkwk… Liburan kami ke Sumbar yang kedua saya pakai alasan saya hamil 5 bulan, suntuk, perlu refreshing, jangan suruh kerja terus, Pekanbaru juga lagi asap pekat, nanti kalo hamil tua melahirkan n punya baby ga bisa kemana-mana, dan blaaa..blaa..blaa… tiap hari disebut ini masalah jalan ke Sumbar. Wkwkwkwk.. Rencana saat itu mau pakai bang Isral lagi, tapi ada audit diDuri, jadilah Suami saya dengan takut2 iya in aja, nurut nyetir sendiri. Hahaha.. Perjalanan dari Pekanbaru menuju SumbarJalan kami ke sumbar yang pertama itu tidak terasa, karena kami jalan dari Pekanbaru setelah isya, trus yang nyetir bang Isral. jadilah kami terjaga cuma sampai Bangkinang, setelah itu kami tidak tau apa ceritanya. Tau-tau udah sampai hotel mba kata bang Is. haha.. Kami berhenti di kelok 9, jajan disini, ada mi rebus, jagung bakar, pisang bakar, kopi, susu jahe, teh, roti.. main-main dulu disini saat pagi menghirup udara segaar...
Sumbar sebenarnya punya banyak destinasi wisata untuk dikunjungi, terutama wisata alam yang sangat kami gemari. Akan tetapi kami berlibur untuk berlibur dan santai-santai, jadi tidak mematok harus kesana kesini, apalagi kondisi Mas Aidan yang kadang kooperatif, kadang tidak, trus saya yang hamil juga cepat lelah dan tidak begitu bisa bantu jagain Mas Aidan. Jadilah kami liburan santai-santai menikmati segarnya udara dan indahnya hijau-hijau alam di Sumbar. Perjalanan pulang kami dari Sumbar ke Pekanbaru juga melewati jalur ini. Untuk jalan kami yang pertama kali ke Padang Panjang, kami jalan balik start pagi, karena pertama kali suami bawa mobil sendiri disini. Jadinya kami bisa mampir-mampir, cari tempat makan yang nyaman, juga mampir foto-foto di Koto Panjang sini. Jalan kami yang terakhir kemarin kami jalan dari Bukittinggi menjelang siang, setelah check out hotel, masih sempat tidur siang dihotel dulu baru cus pulang, jadinya nda mampir2 dan sampai rumah sekitar jam 7 malam. Paling kami mampir sebentar ke Pondok Babussalam nengok Mas Naufal yang baru masuk pondok disitu. BukittinggiJam Gadang adalah landmark kota Bukittinggi dan provinsi Sumatra Barat di Indonesia. Simbol khas Sumatera Barat ini pun memiliki cerita dan keunikan karena usianya yang sudah puluhan tahun. Jam Gadang dibangun pada tahun 1926 oleh arsitek Yazin dan Sutan Gigi Ameh. Peletakan batu pertama jam ini dilakukan putra pertama Rook Maker yang saat itu masih berumur 6 tahun. Jam ini merupakan hadiah dari Ratu Belanda kepada Controleur (Sekretaris Kota). Jalan kami ke Bukittinggi ini bisa dibilang berhasil, bisa juga tidak berhasil. Tergantung lihatnya dari sisi yang mana. Disebut tidak berhasil, karena hampir semua tempat wisata yang kami kunjungin hanya berakhir 10-15 menitan saja, diparkiran saja. Dari mulai Puncak Lawang, kebun binatang, Goa Jepang, museum, berakhir di parkiran saja, karena Mas Aidan ga mau turun dan keluar dari mobil. wkwkwk.. Tapi bisa juga disebut berhasil, karena Mas Aidan Happy banget jalan ke Bukittinggi. Udaranya segar, hotelnya nyaman, makanannya enak, bisa naik delman berkali kali, senang sekali dibawa main ke areal jam gadang, juga belanja baju Kapuyuak yang senang banget mas aidan pakai. Kebalaikan dengan waktu kami cuma take a break 2 hari 1 malam di Jatra hotel Pekanbaru, mas Aidan rewel minta ampun. Istana PagarruyungIstana Pagaruyung saya kenal dengan baik dari buku cerita zaman saya kecil dulu. Ibu sering sekali membawakan saya buku-buku cerita atau majalah-majalah untuk saya baca dirumah. Salah satunya yang berkesan adalah cerita mengenai Istana Pagaruyung. Istana Pagaruyung atau Istana Basa merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Pagaruyung. Pada awal pendiriannya, Istana Pagaruyungyang dibangun abad ke-17 dijadikan sebagai pusat pemerintahan sekaligus kediaman dari Raja Alam. Raja Alam sendiri adalah pemimpin utama dari Kerajaan Pagaruyung yang dikepalai oleh tiga pimpinan yang disebut ‘Rajo Tigo Selo’. Jika Raja Alam berkedudukan di Istana Pagaruyung maka dua wakilnya berada di Sumpur Kudus dan Buo. Istana Pagaruyung terletak di kecamatan Tanjung Emas, kota Batusangkar, kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Istana ini merupakan salah satu destinasi wisaya budaya paling terkenal di Sumatera Barat.
Kini barang-barang yang bisa diselamatkan tersebut disimpan di Balai Benda Purbakala Kabupaten Tanah Datar. Sementara itu untuk menghindari kehilangan maka harta pusaka Kerajaan Pagaruyung sekarang juga disimpan secara khusus di Istano Silinduang Bulan yang berjarak 2 kilometer dari Istano Basa. Di Istana Pagaruyung sebenarnya ada sebuah tonggak tengah terbuat dari kayu Kulin yang merupakan sumbangan dari Datuk Rajo Adil dari negeri Lubuk Bulang. Dulu, Datuk Rajo Adil memang setiap tahunnya selalu mengantarkan pajak dan upeti dari daerah rantau. Namun sayang setelah kejadian kebakaran tahun 2007, tonggak tersebut diganti dengan kayu jenis lainnya. Bila anda wisatawan domestik, anda cukup membayar karcis masuk sebesar Rp7.000 per orang. Namun untuk wisatawan mancanegara, dikenakan tarif Rp12.000 per orang. Begitu masuk, anda yang membawa anak kecil bisa mengajaknya untuk naik kereta odong-odong dengan tarif yang murah meriah. Sayangnya saat itu kereta tidak sedang jalan, menunggu penuh. Jadilah kami langsung cuuus jalan kaki ke area Istana. Jika anda naik dengan kereta ini, anda bisa mengitari halaman komplek Istana Pagaruyung dengan latar belakang perbukitan yang begitu hijau mempesona. Jarak dari pintu gerbang menuju pintu masuk istana lumayan jauh. Di sela-sela perjalanan kami berfoto dengan para boneka badut yang menyambut dengan menari-nari. Istana Pagaruyung ternyata terdiri dari tiga lantai. Lantai pertama berupa ruangan luas yang memajang berbagai benda dalam etalase, kamar-kamar, dan sebuah singgasana dibagian tengah. Struktur Bangunan Istana Pagaruyung Dilihat dari luar, Istana Pagaruyung merupakan bangunan yang memanjang dengan bagian yang lebih tinggi diujung kanan dan kirinya yang berkonsep rumah gadang,. Bagian ini disebut sebagai anjuang. Keberadaan anjuang adalah salah satu ciri khas rumah adat Koto Piliang. Anjuang yang berada di sebelah kanan disebut sebagai anjuang Rajo Babandiang sedangkan yang di sebelah kanan disebut anjuang Perak. Anjuang ini adalah ruang kehormatan bagi keluarga kerajaan. Sementara itu dibagian dalam istana berlantai tiga ini kita bisa mendapati 11 gonjong dan 72 tonggak. Selain itu di dalam istana, bangunan yang juga sering disebut Istana Basa tersebut dijumpai beberapa ruangan yang dipergunakan untuk raja, permaisuri dan anak-anak raja. Pada bagian tengah terdapat 7 kamar tidur untuk anak raja yang sudah menikah. Anak yang paling tua menempati kamar yang paling kanan, begitu seterusnya sampai anak yang termuda menempati kamar yang berada paling kiri. Tepat ditengah ruangan, persis di depan pintu masuk terdapat sebuah singgasana yang disebut sebagai Bundo Kanduang karena yang duduk di sana memang ibunda raja. Beliau akan duduk di sana sehari-hari untuk mengawasi setiap tamu yang datang. Apabila kerajaan mengadakan perjamuan atau rapat maka ibunda raja yang akan memastikan setiap orang duduk pada tempatnya yang benar, hidangan disajikan tepat waktu dan mengawasi apapun keperluan dalam ruangan sedangkan raja berada di anjuang Rajo Babandiang. Lantai dua disebut sebagai anjuang Paranginan yaitu kamar anak perempuan raja yang belum menikah. Adapun lantai tiga adalah ruang penyimpanan harta pusaka raja sekaligus tempat rapat khusus raja 3 selo. Raja 3 selo adalah institusi tertinggi dalam hirarki kerajaan Pagaruyung, berasal dari keturunan yang sama dan masing-masing bertugas untuk memutuskan perkara-perkara yang berhubungan dengan alam, adat dan ibadat. Tidak ketinggalan juga ada beberapa barang peninggalan kerajaan yang bisa kita saksikan di dalam istana ini, anda bisa menjajal pakaian adat dari Kerajaan Pagaruyung. Beberapa penjaga di lantai pertama Istana Pagaruyung juga menawarkan jasa penyewaan pakaian adat. Anda diperbolehkan memakainya dan berfoto, namun tidak untuk dibawa pulang Puncak Lawang, BukittinggiEksotisme Danau Maninjau sebenarnya bisa dinikmati dari Puncak Lawang Bukittinggi, kalau Anda beruntung. Beruntung dalam hal ini adalah, sama halnya seperti daerah-daerah wisata pegunungan lainnya, maka ada faktor keberuntungan tentang kabut disini. Kalau pas kita sampai sedang kabut tebal sepertti saat kami kesini, ya sudahlaah.. hahaha.. Danau Maninjau, dengan luas mencapai 100 km2, merupakan danau terbesar kedua di Sumatera Barat. Danau ini terbentuk sebagai akibat dari letusan gunung berapi puluhan ribu tahun yang lalu. Danau Maninjau memiliki pemandangan yang sangat indah. Dengan air yang bening bak cermin, bentang dataran yang hijau serta dikelilingi oleh bukit terjal menjadikan danau ini objek wisata yang selalu ramai dikunjungi oleh wisatawan baik lokal maupun asing. Ada banyak spot yang dapat anda kunjungi untuk menikmati keindahan Danau Maninjau, terlebih dari ketinggian, hamparan luas perairan yang dikelilingi perbukitan menciptakan rasa takjub bagi siapa saja yang melihatnya. Salah satu spot yang paling ramai dan paling banyak dikunjungi adalah PUNCAK LAWANG. Puncak Lawang berada di ketinggian 1.210 mdpl, merupakan puncak tertinggi perbukitan yang mengelilingi Danau Maninjau. Dari Puncak Lawang, anda dapat melihat keseluruhan Danau Maninjau. Lokasi Puncak Lawang Bukittinggi Secara administratif, Puncak Lawang ada di Kecamatan Matur, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Dari Bukittinggi, berjarak lebih kurang 22 km atau 45 menit dari pusat Kota Bukittinggi. Harga Tiket Masuk Puncak Lawang Untuk masuk ke kawasan utama Puncak Lawang, setiap pengunjung dikenakan biaya masuk sebesar Rp. 10.000. Selain itu dikenakan pula biaya parkir sebesar Rp. 2.000 untuk Roda 2, dan Rp. 5.000 untuk Roda 4. Fasilitas Dengan statusnya sebagai tempat terbaik untuk menikmati Danau Maninjau, tidak heran banyak pengunjung yang datang ke tempat wisata ini. Kondisi ini dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Mereka membangun gubuk-gubuk sederhana yang dapat digunakan pengunjung beristirahat, atau di beberapa tempat, menyajikan Selain spot terbaik untuk menikmati keindahan Danau Maninjau, di daerah sekitar lokasi juga terdapat beraneka macam permainan yang dapat menguji keberanian dan memacu adrenalin seperti flying fox, melintasi jembatan ban, melintasi jembatan goyang, hingga paralayang. Sayang sekali, saat kami kesana semua faasilitas itu sedang closed, didukung dengan Mas Aidan yang tidak Kooperatif. Tumben. Jadinya kami Cuma sebentar saja di Puncak Lawang. Untuk paralayang, Puncak Lawang merupakan spot terbaik di Asia Tenggara. Dari Puncak Lawang peserta dapat terbang melayang di atas Danau Maninjau dengan segala keindahan yang tersaji. Bahkan Event Paralayang ini dijadikan event tahunan oleh Pemerintah Daerah. Waah saying, seharusnya bakal keren sekali, terbang paralayang di atas danau maninjau, sambil menikmati suasana sekitar yang indah dari ketinggian. Rute Jalan Ke Puncak Lawang Kalau berdasarkan versi dari internet, untuk mencapai lokasi Puncak Lawang, pengunjung dapat menggunakan 4 rute yang dapat dilalui.
Panorama Tabek PatahPanorama Tabek Patah yang terletak di Batusangkar dapat menjadi salah satu destinasi wisata alam yang perlu dikunjungi terutama jika Anda menyukai pemandangan alam yang membentang luas, bernuansa hijau, Segar dan alami. Jalurnya bisa searah, setelah kami mengunjungi Istana Pagar Ruyung, kami searching menuju ke sini. Tidak sengaja sih sebenarnya.. kami hanya mencari lokasi-lokasi yang terdekat saja dengan GPS. Panorama Tabek Patah terletak di dataran vulkanik antara Kota Batusangkar dan Bukittinggi, Indonesia. Tabek Patah mempunyai Cuaca sangat sejuk dan sering berkabut. Bila cuacanya bagus, pemandangannya sangat indah. Panorama yang menakjubkan ini berjarak sekitar 16 km dari pusat Batusangkar, yaitu ibu Kota Kabupaten Tanah Datar. Dari Panorama Tabek Patah ini, Anda dapat menikmati indahnya alam, yang berpadu dengan gunung berapi. Kisah dan Keindahan Panorama Tabek Patah Menurut kepercayaan masyarakat di sekitar panorama ini, kisah Tabek Patah ada dua versi. Versi pertama mengatakan bahwa sejak lama tinggallah seorang kakek yang hidup dalam keadaan yang kurang bahagia, karena kakinya yang patah. Namun dia punya kolam renang atau masyarakat setempat menyebutnya Tabek. Dari situlah nama Tabek Patah kemudian dikenal luas oleh masyarakat hingga saat ini. Dalam versi kedua ceritanya mengatakan bahwa Tabek pertama (kolam) terbagi menjadi dua bagian, lalu dirubah menjadi danau. Oleh sebab itu, orang-orang kemudian menyebut Nama danau yang ada di Panorama Tabek Patah dengan nama Danau Talago Ferns dan Danau Aie Taganang. Sampai saat ini masyarakat sekitar meyakini kedua versi asal Tabek Patah, meski sebenarnya dari cerita tersebut belum diketahui secara pasti hingga saat ini. Selain mencicipi makanan khas warga setempat, di Panorama Tabek Patah Anda juga bisa menikmati kehangatan dari secangkir kopi yang disuguhkan oleh kedai kopi yang ada di sekitar tempat wisata tersebut atau kopi yang lagi digemari wisatawan yaitu Kopi kiniko . Anda juga bisa menikmat air daun mulberry yang disajikan oleh kedai kopi tersebut. Suasana yang damai, pemandangan yang indah sempurna dipadu dengan kopi yang memiliki cita rasa khas, semua ini akan membuat Anda semakin betah berada di Panorama Tabek Patah. Ulu KasokKami mampir kesini dalam perjalanan pulang ke Pekanbaru pada perjalanan kami yang pertama ke Padang Panjang. Ulu Kasok ini luar biasa panasnya.. Kami parkir di area bawah trus sewa motor ke atas spot foto. Sayangnya saat itu sepertinya baru dibuka sih, ya cuma buat foto2 dan liat pemandangan. Jalannya luar biasa menanjak, pasir, tanah dan berbatu. Bolak balik saya sebut ke suami saya jangan sampai kami jatuh dari motor.. hahaha.. Ulu Kasok, disebut sebagai Raja Ampatnya Kampar, Riau, tetapi... Jangan bayangkan laut yang eksotis dengan pantai pasir putihnya ya.. Ulu Kasok hanya danau air tawar yang menjadi sumber PLTA Kota Panjang yang memiliki pulau-pulau kecil di tengah danau. Dahulunya kawasan Ulu Kasok merupakan sebuah perkampungan. Namun karena ada proyek PLTA pada tahun 1991, desa pun direlokasikan ke desa tetangganya. Kemudian desa ini pun ditenggelamkan berserta bukit-bukit di kawasan desa. Namun tidak semua perbukitan yang tenggelam, hingga puncak-puncaknya muncul dan kelihatan seperti pulau terapung di dalam danau. Dan pulau-pulau inilah yang menciptakan pemandangan seperti di Pianemo, Papua. Mengamati asap kebakaran hutan yang sudah 2 bulanan ini belum tuntas, makin pekat dan pekat.. terpikirkan buat mengungsi lagi ke Sumbar... Bukittinggi aja bolehlaah... InsyaAllah..
see you on my next post!
0 Comments
|
Authormostly travel dijogja dan sekitarnya, dalam negeri saja, kami menunggu mas aidan mandiri untuk bisa travel lebih jauh ke sana situ sono.. hahaha.. Candi Ratu BokoTerakhir kami ke candi ratu boko, tahun 2017, saat kami tinggal diJogja. Tulisan ini tercetus gara-gara "tumben" suami saya memulai obrolan tentang kuliah S3.
Biasanya siiiih.. yang sibbuk motivasi dan semangat cerita buat sekolah lagi itu saya, meskipun saya ga ingin ke Jogja lagi dan lagi. ganti tempatlah, ganti benua kek.. ammiin. Tapi, suami saya sepertinya cinta mati sama jogja, atau mungkin masih ada kisah yang belum selesai di Jogja? who knows! The lost world castleSemoga musim corona ini segera berlalu, sehingga kami bisa ambil cuti mudik sekalian jalan-jalan berpiknik ria.. Kami bertiga udah setahun lebih gada piknik keluar riau, suntuk tuk tuk. Saya udah mulai bahasanya kebawa bahasa sumatera, sehingga saya harus refill ulang pulang kampung.
*sambil menarik nafas panjaaaaaaang... Archives
August 2021
Categories |
this page replacing my old blog page: https://mariacreativity.blogspot.com/
|
Site powered by Weebly. Managed by Exabytes - Indonesia