Tulisan kali ini adalah mengenai training basic firefighting yang kami lakukan dalam rangka memeriahkan bulan K3 Nasional, ya kegiatan rutin setiap tahun. Bulan ini juga ada kejadian kebakaran besar yang terjadi di Jakarta dan Pekanbaru juga. Tanggal 5 Maret 2023, saat kami sedang jalan keliling kota di hari minggu pagi, terlihat kepulan asap hitam membumbung tinggi, dan ternyata Mall Pelayanan Satu pintu Pekanbaru terbakar, malah sepertinya disitu baru ada acara, karena persis dihalaman yang banyak kursi2 dan remaja berbaju seragam berkumpul dipinggir jalan. Waah seram sekali, macet dan api sebesar itu, pagi-pagi disaan Sunday Morning... Tapi syukurnya sih beberapa jam kemudian pas kami pulang jalan-jalan api sepertinya sudah padam, sudah tidak lagi terlihat kepulan asap. 12 tahun yang lalu, kerja saya ngasih training basic firefighting yang teori, dan prakteknya nanti sm tim security. dan setelah 12 tahun saya kembali bersinggungan dengan training ini, tapi lebih menjadi fasilitator saja sih, sama seksi dokumentasi. Trainer teori dan praktek dihandle oleh tim FERT [Fire Emergency Response Team] nya Terminal lawe-Lawe. Training ini dibagi menjadi 2 sesi, sesi teori dan sesi praktek. Praktek nya dengan latihan pemadaman api kecil dengan APAR dan dengan hydran. Saya sempat cobain pakai hydran, tapi pas api nya udah mati. hahaha... Keamanan Terhadap KebakaranKetika terjadi kebakaran, pertimbangan pertama adalah keamanan untuk jiwa manusia. Banyak penelitian yang dilakukan untuk menemukan cara yang paling efektif untuk evakuasi yang aman dan cepat dari segala jenis kebakaran. Ukuran nyata dari masalah kebakaran adalah kerugian yang dihasilkannya. Kerugian tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Beberapa fakta umum yang harus dipikirkan ketika memperhatikan keamanan terhadap kebakaran:
Pengenalan Terjadinya APIApi merupakan reaksi kimia yang cepat dan awet yang melepaskan panas, cahaya, dan produk kimia. Reaksi kimia dari bahan yang dapat terbakar dan oksigen atau yang lebih dikenal sebagai oksidasi ini bersifat eksotermis.
Pencegahan KebakaranPencegahan timbulnya api dapat dilakukan dengan mencegah kombinasi bahan bakar, sumber panas / sumber pemantik, dan oksigen dengan menghilangkan salah satu unsur dari ke tiga unsur segi tiga api tersebut. Penghilangan Sumber Oksigen. Bejana, kontainer, perpipaan, atau tangki bahan bakar sebelum diisi oleh bahan bakar (gas hidrokarbon) dibersihkan dari kadar oksigennya dengan cara mendorongnya dengan gas inert (gas yang tidak bisa bereaksi) yang disebut “purging”. Purging menghindari terjadinya kontak antara hidrokarbon dengan udara. Gas inert yang digunakan adalah gas nitrogen (N2) atau karbondioksida (CO2). Gas inert ini mendorong gas oksigen (sekitar 20% bagian dari udara) keluar dari bejana, kontainer, atau perpipaan sehingga diperoleh unsur oksigen yang tidak cukup untuk terjadinya reaksi pembakaran yang disebut kadar minimum oksigen untuk pembakaran. Peghilangan Sumber Api. Sumber api dihilangkan dengan melarang merokok, penggunaan alat yang dapat menimbulkan api terbuka seperti las, atau alat yang berpotensi menimbulkan percikan api seperti gerinda, mesin bor, chipping gun, blasting, alat pemotong (power saw), instrumen yang dapat menimbulkan percikan api (Non-Explosion Proof, non-IS / non-Intrinsically Safe type) pada daerah berklasifikasi bahaya bahan bakar (Classified area/combustible area). API (American Petroleum Institute) RP 500, RP 505, IP 15, dan NFPA 70 merekomendasikan cara-cara menentukan daerah berklasifikasi bahaya kebakaran. Dengan adanya klasifikasi area berbahaya ini di lingkungan pabrik dan pematuhan atas ketentuan atau persyaratan bekerja dengan peralatan listrik, pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan api (hot work) diharapkan dapat memisahkan antara unsur pemantikan (sumber api) dan sumber bahan bakar. Penghilangan / Penahanan Sumber Bahan Bakar Sebaik-baiknya pencegahan kebakaran adalah dengan menghilangkan sumber bahan bakar. Namun, hal ini sering tidak sesuai dengan kondisi bisnis perusahaan minyak dan gas bumi yang memang berinteraksi dengan bahan bakar Pengendalian dan Perlindungan dari kebakaranSistem pengendalian dan perlindungan dari n kebakaran dibutuhkan ketika usaha pencegahan kebakaran tidak tercapai. Tujuan dari system pengendalian dan perlindungan kebakaran adalah untuk meminimalisasi akibat dari kebakaran sehingga kerugian (jiwa manusia, aset perusahaan, dan lingkungan hidup) tidak menjadi besar dimulai dari pengendalian api sehingga tidak menjalar lebih jauh hingga ke pemadaman kebakaran. Sistem ini terdiri dari beberapa tingkatan yang menunjukkan tingkat kesulitan pengendalian kebakaran tersebut. Setiap tingkatan dalam pohon keputusan pengendalian kebakaran menyediakan pilihan yang dapat digunakan untuk mengendalikan kebakaran di suatu kondisi. Level 1 – Pengendalian Bahan Bakar Jika bahan bakar terkendali, serta proses pembakaran terkendali pula maka potensi terjadinya kebakaran akan dapat diminimalisasi. Misalnya dengan pengendalian sifat bahan bakar, mengendalikan jumlah bahan bakar yang ada dan mengatur distribusinya. Level 2 – Pengendalian Lingkungan Level ini ditargetkan untuk mengendalikan proses pembakaran dari lingkungan tempat bahan bakar berada, seperti mengendalikan sifat fisik lingkungan dan mengendalikan komposisi kimiawi lingkungan. Contohnya adalah pemilihan pelapis interior dari suatu bangunan dan menjadikan tangki penyimpanan tidak reaktif. Level 3 – Penghentian api secara otomatis Penghentian api secara otomatis merupakan cara yang paling dapat dihandalkan dari level-level pengendalian kebakaran lainnya. Agar efektif, system ini harus dirancang dan dipasang dengan benar, selalu dilakukan inspeksi dan dirawat, serta dites secara berkala. Level 4 – Konstruksi dengan deteksi otomatis Pengendalian kebakaran dapat juga dilakukan dengan penggunaan bahan dan teknik konstruksi yang sesuai. Intinya adalah menjaga api berada dalam ruang yang tertutup. Jika terdapat deteksi otomatis, api akan terdeteksi pada tahap awalnya. Cara ini meliputi pula pemilihan bahan konstruksi yang tidak akan meningkatkan beban api (fire load) pada konstruksi, penggunaan bahan yang tahan api, membatasi penyebaran api, mengurung api, pemisahan, dinding api (firewall) dan penghalang (barrier), membatasi bukaan atau penetrasi dan venting. Level 5 – Konstruksi tanpa deteksi otomatis Pada level tanpa deteksi api otomatis ini, api menjadi terus semakin besar sampai ada orang yang berada di dalam atau dari luar fasilitas yang menyadarinya. Tentunya ini akan membiarkan api untuk menjadi sangat besar sebelum akhirnya terdeteksi sehingga akan membutuhkan upaya penghentian yang lebih. Level 6 – Penghentian kebakaran secara manual dengan regu pemadam kebakaran Jika kebakaran ditemukan sedini mungkin, orang yang berada di fasilitas tersebut dapat menggunakan alat pemadam kebakaran atau cara lain yang tersedia untuk mengendalikan api. Kemampuan orang itu untuk mengendalikan api secara alamiah bergantung pada kemampuan individu, pelatihan tentang prosedur pemadaman yang benar, dan ketersediaan peralatan pemadam kebakaran. Legislasi mensyaratkan pengadaan pelatihan untuk regu pemadam dan/atau pekerja yang diharapkan dapat turut memadamkan api di tempat kerja mereka. Pada beberapa fasilitas, perusahaan mengharapkan seluruh pekerja di dalam fasilitas tersebut mampu menggunakan alat pemadam kebakaran untuk mengendalikan api pada tahap awal. OSHA mensyaratkan bahwa pekerja tersebut harus terdidik dengan baik sehingga memenuhi persyaratan. Level 7 – Penghentian kebakaran manual dengan bantuan dinas pemadam kebakaran Level ini merupakan level terakhir dari system pengendalian kebakaran. Penghentian kebakaran secara manual sama halnya dengan bertaruh dan penuh resiko. Pada waktu api mencapai level ini, seluruh level sistem pengendalian kebakaran telah gagal. Oleh karena itu, tidaklah pada tempatnya untuk mengharapkan tim dari dinas pemadam kebakaran dengan pengetahuan dan kemampuan yang belum tentu sesuai untuk dapat dengan segera untuk memadamkan kebakaran industri. Trus, apa sih requirements / persyaratan yang harus di cek?Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26/PRT/M/2008 tanggal 30 Desember 2008 mengatur tentang Pesyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada bangunan Gedung dan Lingkungan, buat saya pribadi, Peraturan ini sih udah oke banget lah, tinggal perlu diikuti apalagi untuk bangunan dgedung dan lingkungannya. Untuk oil dan gas, sepertinya masih perlu dispesifikan lagi, dan saya masih search dan studi literature untuk persyaratan fire di oil and gas. next kalau sudah siap materinya saya publish juga dimari. Mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26/PRT/M/2008 tanggal 30 Desember 2008 tentang Pesyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada bangunan Gedung dan Lingkungan, maka, ada 9 pesyaratan teknis sistem proteksikebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan, yang meliputi:
Buat yang ga percaya, karena terkadang regulasi memang mencakup hal generik saja, maka setidaknya berikut ini adalah isi dari Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26/PRT/M/2008 tanggal 30 Desember 2008 , yang bisa jadi bisa membantu teman-teman dalam merencanakan dan menginspeksi sistem proteksi kebakaran di lokasi masing-masing Ketentuan Umum
Akses dan pasokan air untuk pemadamam kebakaran
Sarana penyelamatan
Sistem Proteksi Kebakaran pasif
Sistem Proteksi Kebakaran Aktif
Utilitas bangunan dan gedung
Pencegahan Kebakaran pada bangunan gedung
Pengelolaan Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung
Pengawasan dan pengendalian
Buat yang ingin tahu detailnya, silakan download dan baca isi peraturannya ya...
Happy reading!
0 Comments
|
WorkLedge
|
this page replacing my old blog page: https://mariacreativity.blogspot.com/
|
Site powered by Weebly. Managed by Exabytes - Indonesia